Dari Nabi SAW, Sayyid al-Istighfar itu adalah bahwa kamu bermunajat:
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah dosaku. Sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. (HR. Al-Bukhari dari Syiddad ibn Aus)
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janjimu (QS. Al-Maidah/3: 1).
Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An’am/6: 162-163)
*)*
Kehidupan yang sedang kita jalani saat ini, terus berlalu tanpa henti. Perlahan..... detik..., menit...., jam....., hari....., minggu......, bulan......., dan tahun pun berlalu. Waktu yang telah kita lewati, tak pernah sekali pun berjanji untuk menjelang kembali. Dalam menjalani kehidupan di dunia fana ini, suatu waktu seberkas kebahagian meliputi diri; hari berlalu begitu indah; penuh tawa dan canda. Akan tetapi, di lain waktu, kita merasa tercampak ke dalam kubangan penderitaan; yang tersisa hanyalah rintihan, desah tangis, dan deraian air mata.
Bila direnungkan secara mendalam, maka hidup kita ini tak obahnya seperti lembaran dedaunan hijau yang sedang digerogoti ulat. Itulah putaran waktu. Hidup bagaikan hujan deras yang turun menyiram bumi. Kita manusia adalah tanaman yang mekar-merekah beberapa saat, lalu layu, kering, dan akhirnya jatuh ke permukaan tanah. Apa arti semua ini? ..... Dunia yang kita tempati sekarang hanyalah tempat persinggahan sejenak. Sadarilah, dunia ini bersifat maya dan sementara. Tak ada yang abadi. “Semua bakal lenyap dan musnah. Yang Kekal dan Abadi hanyalah zat Allah semata. Dialah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia”. (QS. Al-Rahman/55: 26).
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan. (QS. Al-‘Ankabut/29: 57)
Saudaraku.....
Pada dasarnya. kehidupan dunia ini hanya terdiri dari tiga hari saja. Pertama, hari kemaren yang telah berlalu. Di sanalah terpendamnya apa saja yang telah kita perbuat; apakah itu berupa kebaikan sebagai bekal menuju sorga ataukah berupa kejahatan, dosa yang akan menjerumuskan kita ke Neraka jahanam. Kita masing-masinglah yang tahu, di samping Allah Yang Maha Tahu. Dialah yang selalu mengawasi dan mengetahui setiap gerak nafas dan apa yang terpendam dalam jiwa kita..... Kedua, hari esok. Kita tidak tahu secara pasti, apa yang bakal terjadi dan menimpa diri kita esok hari. Apakah kita masih bisa menikmati kehidupan dan merenung, serta menyadari kekeliruan diri selama ini? Entahlah! .... Kita tak pernah tahu dan tak bisa memberikan jawaban yang tepat. Kenapa? Takdir, hidup dan mati adalah wewenang Allah semata. Maka sadarilah.... kita tidak memiliki satu hari pun kecuali hari yang ketiga, yaitu hari ini... Tetapi, kenapa hati kita ini tidak juga pandai bersyukur kepada Tuhan? Sebagai hamba, kita amat lalai dalam menunaikan tugas pengabdian kepada-Nya. Mengapa kita sering mengabaikan firman dan ayat-ayat-Nya? Kenapa kita engan untuk menunaikan perintah-Nya, tetapi malah gemar dan larut dalam memperbuat larangan-Nya. Kita lakukan segala macam dosa dan kemaksiatan.
Sadar dan insyalah, wahai diri!
Permainan sang waktu tak pernah jemu menjerumuskan kita ke dalam kelalaian. Bukankah pada akhirnya, kita bakal terkapar, tanpa daya di liang lahat, di bawah gundukan tanah bertatahkan batu nisan? Inna lillâhi wa inna ilayhi râji’ûn....... Bukankah itu suatu kepastian? Lebih pasti dari akan terbitnya sang fajar esok hari. Tak seorang pun bakal luput dari yang namanya ajal.
Bayangkanlah.......Betapa pedihnya penderitaan tatkala sakaratul maut itu. Ketika Izra’il, malaikat pencabut nyawa menarik roh kita sejengkal demi sejangkal. Dengan menanggung sakit tak alang kepalang, bagaikan 300 kali bacokan pedang, bak binatang dikuliti dalam keadaan masih hidup. Begitu pedih dan menyiksa. Lalu dengan nafas sesak, kita berusaha menjerit serak:........Allah..........Allah........Allah........Waktu itu, mulai dari ujung kaki sampai ubun-ubun kita mengelepar menahan sakit. Pandangan mata kita kian lama akan semakin kabur, dan akhirnya........gelap gulita sama sekali.
Pada sentakan yang terakhir, sakitnya tak tertahankan lagi; pengap, sesak, dan menindih. Merenggang hebat sekujur tubuh kita, lalu tubuh yang tadinya penuh semangat, berubah kaku dan beku seketika. Kemudian, tibalah saatnya jasad kita dimandikan orang untuk kali yang terakhir. Selanjutnya, dibungkus dengan lembaran kain kafan. Sehebat dan sekaya apa pun kita masa di dunia, tetap itulah pakaian kita saat menghadap ke hadirat Ilahi. Setelah itu, orang banyak akan menyelenggarakan shalat jenazah; menyampaikan salam perpisahan melepas keberangkatan kita menuju alam baka. Keranda tempat kita dibaringkan pun digotong orang nenuju pandam pemakaman..
Saat itu, orang yang melayat dengan wajah penuh duka, tertunduk pilu berusaha untuk mengumandangkan: ”Subhânallâh wal Hamdu lillâhi wa Lâ Ilâha IllAllâh.....Allâhu akbar”. Adik atau kakak kita menangis haru di pintu halaman. Iba sangat hati ayah dan ibu, kita anak tumpuan harapan telah tiada, pergi buat selamanya. Teman dan sahabat menatap dengan muka sabak berlinang air mata..... Akan tetapi, kita yang sudah menjadi mayat, tak pedulikan semua itu. Keranda tetap diusung orang. Saat tiba di pandam pemakaman, telah disediakan orang untuk kita sebuah lubang berukuran tak lebih dari 1x2 meter dengan sebuah liang lahat; sekedar seukuran badan. Masih belum sadarkah kita bahwa itulah sebenarnya rumah masa depan kita? Jasad kita perlahan akan diturunkan ke liang kubur, dibaringkan dalam liang lahat dengan posisi menghadap kiblat. Diiringi doa “Bismillâhi ’alâ millati Rasûlillâh Shalallahu ‘Alayhi wa Sallam”, air mata pun menetes kali yang terakhir.
Setelah itu, bongkahan tanah dijatuhkan perlahan sampai akhirnya menutupi seluruh lubang kuburan. Kian lama semakin padat dan akhirnya batu nisan pun di pancangkan sebagai tanda di sinilah seorang anak manusia pernah dikuburkan. Itulah kenyataan yang tak terbantahkan. Siapa pun tak dapat memungkirinya dan kita tak dapat menghindar darinya. Kenapa? Kini terbukti sudah, betapa benarnya firman Allah
"Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu. Kemudian, kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan" (QS. Al-Jumu’ah/62: 8).
Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya). (QS. Yunus/10: 49)
Dari bumi (tanah) ttulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan engembalikan kamu dan daripadanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.( QS. Thaha/20: 55)
Sungguh sekali lagi, kita semua adalah milik dan budak Allah. Kita pasti kembali kepada-Nya. Namun begitu, mengapa kita selagi hidup saat ini tidak serius mempersiapkan bekal yang memadai untuk menghadapinya? Apakah kita masih tidak sadar bahwa maut bagaikan buah kelapa yang jatuh ke tanah. Tak peduli, apakah kelapa itu sudah tua, masih muda, atau baru putik sekali pun. Bila waktunya telah tiba, ia pun akan jatuh ke tanah.
Camkanlah!..... Bukankah kenyataan hidup yang kita hadapi tak ubahnya seperti permainan wayang di tangan seorang dalang. Sungguh hebat tingkah laku kita dengan anugerah hidup dari Allah. Akan tetapi, bila daya hidup telah dihentikan-Nya, maka kita tinggal bangkai tak ada harganya. Atas dasar itu, tidak ada jalan menuju keselamatan, kecuali kita selalu ingat akan sumber kehidupan ini. Dialah Allah, Tuhan semesta alam.
Tanyailah diri masing-masing! Hai diri! Dari mana kamu berasal, sedang di mana kamu sekarang, dan ke manakah kamu bakal berpulang? Betapa pun kita katakan “siap untuk meninggal”, tetapi bekal apa yang sudah kita kumpulkan? Siapa pula yang mampu menolong kita, tatkala ditanyai malaikat Munkar dan Nankir di alam Barzakh? Siapa pula yang mampu menolong kita, saat dijadikan terdakwa di hadapan pengadilan Qadhi Rabbul Jalil? Akankah kita dapat mengelak dari tuntutan Allah atas segala amal perbuatan kita selama hidup di dunia ini? Padahal saksinya adalah anggota badan kita sendiri. Mulut, tangan dan kaki yang selama di dunia kita ajak bermaksiat dan menimbun dosa. Merekalah yang akan menyampaikan kesaksiannya dan menguraikan segala bobrok kita di hadapan pengadilan yang teramat mulia tersebut. Siapakah yang akan sanggup membantu kita? Pangkatkah.... Hartakah.... Sanak keluargakah...? Tidak ada. Tidak satu pun yang dapat menolong kita, selain amal kebaikan yang pernah kita tunaikan secara ikhlas selagi hidup di dunia ini.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar