Bayangkanlah........Betapa besarnya, penyesalan orang yang menyangka bahwa amalannya di dunia penuh dengan kebaikan. Akan tetapi, saat dibeberkan di hadapan Allah. Dia pun murka dan berfirman ”agar semua bukti amalan yang kita pandang baik tersebut dibuang jauh”. Kenapa? Karena semua itu kita lakukan bukan lillahi ta’ala, tetapi karena harap pujian dan penghargaan dari orang lain. Agama hanya kita dijadikan sebagai topeng untuk mengelabui orang banyak. Islam hanya diamalkan kalau mendatangkan keuntungan material duniawi. Kita akan berpaling dari agama ini, dan bahkan mungkin menginjak-injak ajaran-Nya saat bertentangan dengan kemauan nafsu rendahan kita. Kita baca al-Qur’an (itu pun jarang dan tidak teratur), maksud dan tujuannya pun tidak pernah kita coba untuk pahami, apalagi untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari....
Kita masih berharap selamat dengan shalat yang kita perbuat? Tidakkah kita tahu dan sadar, bagaimana sejatinya kualitas shalat kita masing-masing? Bukankah kita baru sebatas “melaksanakan” shalat, sekedar menggugurkan kewajiban belaka. Entah kapan, kita pernah betul-betul pernah “mendirikannya”. Secara jujur, kita harus mengakui. Bukankah shalat yang kita lakukan sering tidak tuma`ninah dan terburu-buru? Ada kesan, kita tidak betah jika shalat agak lama. Selama ini, nampak terkesan, betapa tidak begitu perlu bagi kita, berdialog dan mengadukan segenap persoalan hidup kepada Allah. Betapa.... masih bercokol sikap sombong dan durhaka dalam diri kita, padahal kita sedang shalat. Bukankah shalat kita juga tidak khusyuk? Memang raga kita ada di atas sajadah dan mata kita tertuju ke tempat sujud, tetapi tatapannya kosong dan menerawang. Mulut kita komat-kamit membaca bacaan shalat, tetapi pikiran kita sering berfantasi, terbang-melayang meninggalkan jasad. Hati kita masih sibuk berkutat dengan hal-hal yang bernuansa duniawi. Padahal, kita sedang menghadapkan diri kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Betapa, masih tidak tahu dirinya kita. Kita ajak Allah berdialog, tetapi perhatian kita tertuju kepada selain Allah. Jujurlah, bukankah shalat kita juga tidak tepat waktu? Malahan kita cenderung mengemukakan berbagai dalih dan alasan untuk menutupi kelalaian kita dalam menyahuti panggilan-Nya.
Adzan Shubuh telah berkumandang, mu`adzin memanggil “ash-Shalâtu Khayrun Minan-Nawm” (Shalat lebih baik dari tidur). Bagaimana respon kita? Apakah bangun dari tempat tidur, lalu membersihkan diri, berwhuduk, dan datang menyahuti panggilan mulia itu? Sering tidak bukan? Malah kita cenderung memperbaiki selimut, melanjutkan tidur, beralasan masih mengantuk. Akibatnya shalat Shubuh kita kesiangan, saat matahari telah terbit dan meninggi. Bagaimana dengan shalat Zhuhur? Tidakkah kita juga mengabaikannya? Kita jawab panggilan adzan dengan berdalih; kita sedang sibuk, pekerjaan lagi menumpuk, masih tanggung-tinggal sedikit lagi....., Kita tolelir, lidah ini berdalih, biarlah shalat sebentar lagi. Begitu pula, saat shalat Ashar. Kita sedang asyik bermain, berolah raga, atau bersantai. Lebih utama bagi kita kesehatan jasmani dari pada kesehatan rohani dan jiwa kita sendiri. Hal yang sama, bukankah juga terjadi pada shalat Maghrib? Kita sering masih dalam perjalanan pulang atau dalam kondisi lelah setelah beraktivitas seharian. Akhirnya, shalat Maghrib pun ditunaikan molor dari waktunya. Jika demikian, mungkinkah shalat Isya, yang dapat kita banggakan? Ternyata juga tidak. Kita undur lagi pelaksanaannya, kita beralasan sedang asyik berkumpul dengan keluarga, menonton televisi, dan segala macam aktivitas duniawi lainnya. Apakah mungkin kita berharap pada shalat sunat, ...... yang ternyata juga jarang kita lakukan? Sungguh, betapa tidak tahu dirinya, kita.
Adalah wajar, apabila amalan seperti itu tidak berharga di mata Allah. Akan tetapi, bagi seorang pendurhaka yang hatinya telah buta dan membantu. Tak ada lagi getaran hati karena ia sudah tertutup hitamnya noda dan dosa. Maksiat baginya, bukan lagi suatu aib, melainkan sudah menjadi candu dan kebutuhan harian. Ia teguk dosa bagai musafir kehausan. Tak ada lagi kutukan nurani, tak ada lagi sentakan sanubari.......Na ‘udzu billahi min dzalik.
Sadarilah! Hidup menjauh dari Allah hanya akan berbuah keresahan dan kegelisahan batin. Ketahuilah, bahwa “ketenangan hanya bisa hadir dalam hidup, bila diri kita selalu berdzikir (ingat) kepada Allah” (QS. Al-Ra’d/13: 28). Ingat yang bukan sekedar ucapan manis di mulut, hanya bertanam tebu di bibir, dan sarat dengan kemunafikan. Akan tetapi, ingat yang meresap dari dalam hati. Bahkan, nampak wujudnya dalam amalan dan prilaku kehidupan sehari-hari. Bukan hanya dalam shalat, tetapi juga di luar shalat. Dalam segala waktu, situasi, dan kondisi; berdiri, duduk, atau berbaring sekali pun. Allah senantiasa dalam hati, pikiran, dan tingkah laku keseharian (QS. Ali Imran/3: 191).
Sekali lagi... kehidupan dunia yang fana ini, hanyalah permainan dan senda gurau belaka. Di akhirat kelaklah kehidupan sejati kita. (QS. Al-An’am/6:32 dan QS. Al-‘Ankabut/29:65). Karenanya, wahai diri! Jangan kamu sia-siakan hari ini. Janganlah lagi kamu tenggelam dalam hal yang tidak bermanfaat, malas dalam belajar, berusaha, dan bekerja. Suka bermain-main, dan lalai dalam beramal. Jangan biarkan nasi menjadi bubur. Jangan sampai larut dalam sesalan setelah semuanya terjadi dan waktu untuk koreksi dan perbaiki diri tidak ada lagi.
Ingatlah.... Betapa besarnya penyesalan para pendosa di akhirat kelak.
Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka, ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya., (Mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin." (QS.. Al-Sajadah/32:12)
Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) Akan siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah".( QS. Al-Naba`/78: 40)
Walau dengan kepala tertunduk malu dan penuh ngeri. Walau meratap, memohon kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia. Atau minta agar dikembalikan jadi tanah saja supaya terlepas dari tanggung jawab yang demikian berat. Penyesalan seperti ini, jelas tak ada gunanya dan terlambat sudah. Neraka jahanam telah menyala untuk membakar diri yang penuh lumpur dosa dan durhaka.
Oleh karena itu..... Janganlah memandang remeh betapa pun kecilnya dosa-dosa yang pernah kita perbuat. Bukankah dosa kecil tersebut dapat menjadi besar, bilamana sering kita lakukan? Karena dianggap tak berarti, ia akhirnya menumpuk. Apalagi jika tersirat dalam hati kita melecehkan ancaman dan siksa Allah. Wahai Insan!....Hisab dan perhitungkanlah dirimu sendiri, sebelum datang masanya Allah melakukan perhitungan. Timbanglah segenap amalanmu, sebelum ditimbang di Mizan Allah di akhirat kelak. Perhatikanlah secara seksama! Sudahkah kebaikan yang sempat kita lakukan lebih banyak dari bertumpuk kedurhakaan yang terlanjur kita perbuat?.
Mari pula kita periksa segenap anggota tubuh ini. Kita teliti mulut, boleh jadi dustanya lebih banyak dari pada benarnya. Kita umpat sahabat sendiri, kita durhakai kedua orang tua dan guru yang telah mendidik kita. Kita puji diri sediri, padahal sebenarnya culas dan jahat. Kita perhatikan perut. Telah seberapa jauh kita diperbudaknya untuk mengikuti nafsu? Kita periksa telinga, mata, tangan, dan kaki, sudah berapa maksiat yang dilakukannya?
Dan.... yang terpenting, kita pandangi hati ini. Karena di sinilah pangkal baik dan buruknya segenap anggota tubuh kita. Bukankah Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah tidak akan memperhatikan tampang, pangkat, ataupun kekayaan kita. Namun yang diperhatikan Allah adalah hati dan amal-perbuatan kita. Dalam hal ini, taubatlah satu-satunya solusi selamat. Kalau kita mau sadar, insyaf, dan sesali diri. Sekaranglah kesempatan kita, bukan besok, apalagi nanti. Kesadaran, keinsyafan, dan sesal yang diiringi tekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi. Sebab sebenarnya, hari inilah kesempatan yang kita miliki.
Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi Neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf/7: 179)
Kita mengaku masih punya hati nurani, tetapi sayang kita teramat sering mendustainya. Kita tidak dapat lagi memahami kesementaraan keberadaan kita di alam fana ini. Kita tidak ingat, dari mana kita berasal, sedang di mana kita sekarang, dan selanjutnya kita akan ke mana? Kita telah dinugerahkan Allah mata untuk melihat, tetapi mata kita yang terbuka ini “buta sama sekali”. Kita begitu rendah, tak dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah yang nyata ada di depan mata.... Kita juga diberi telinga, tetapi tidak kita fungsikan. Kita tidak cepat mendengar seruan menuju kebaikan. Kita cenderung berpaling dari kebenaran, kita tidak menghiraukan mana perintah dan mana larangan Allah. Bukankah orang-orang yang berpenyakit seperti diri kita ini yang diungkap Allah “tak ubahnya seperti binatang ternak, bahkan mungkin lebih sesat dari pada itu”. Kenapa? Karena kita betul-betul lalai dan tidak pandai bersyukur....
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj/22: 46)
Apakah mata hati kita ini, baru akan terbuka setelah kita berada di jurang Neraka? Saat dimana segala kotoran jiwa kita akan dibersihkan dengan azab dan siksaannya yang sangat berat dan pedih?.... Apakah kita masih belum sadar bahwa segala ketaatan yang kita lakukan, tidak sedikit pun berpengaruh terhadap Allah. Sebab Dia tidak butuh apa pun dari kita. Dia Maha Kaya, Maha Sempurna, Maha Segala-galanya. Kitalah yang miskin-papa dan senantiasa berharap akan karunia dan rahmat-Nya.... Tidakkah kita sadari, Allah Maha Mengetahui segalanya. Dia selalu memonitor setiap perbuatan, tingkah laku dan gerak jiwa kita.”Betapa pun kecilnya yang kita perbuat; walau kita sembunyikan di dalam batu, di atas petala langit, atau di kedalaman bumi sekali pun, Allah pasti akan membelasinya”. (QS. Luqman/31: 16). Sejujurnya, tidak ada peluang atau celah bagi diri kita untuk bersembunyi dan berpura-pura di hadapan Allah.
Kita semua juga tahu, bahwa Iblis dan setan adalah musuh abadi umat manusia. Ia selalu berusaha menggiring kita ke jurang dosa dan kedurhakaan. Tujuannya, tidak lain, mengajak dan menjadikan kita sebagai temannya di Neraka kelak... Akan tetapi, kenapa kita malah mengikuti ajakan dan bujuk rayunya? Kita membelakang dari perintah dan larangan Allah. Kita cicipi semua nikmat dan karunia-Nya, lalu kenapa kita enggan bersyukur dan tidak menggunakan karunia itu sesuai dengan kehndak Allah?...
Kita sangat berhasrat mengapai sorga. Amal shaleh apa yang telah kita koleksi untuk mendapatkannya? Kita pengecut, takut berjuang menegakkan kebenaran, kita dihantui kecemasan dan ketakutan tak beralasan. Katanya, kita sangat takut kepada neraka, tetapi kenapa kita justru melemparkan diri kedalamnya? Kenapa kita enggan melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya?
Duhai Allah.....
Kesalahan telah menutupiku dengan pakaian kehinaan
Perpisahan dari-Mu telah membungkusku dengan jubah kerendahan
Besarnya dosa dan kedurhakaanku telah mematikan hatiku
Hidupkan daku dengan ampunan-Mu
Ya Allah.......
Wahai Cita dan Damba
Wahai Ingin dan Harapku
Demi keagungan-Mu
Tidak kudapatkan pengampunan dosa selain-Mu
Tidak kulihat penyembuh lukaku selain-Mu
Aku pasrah, berserah diri hanya pada-Mu
Aku tunduk, bersimpuh di hadirat-Mu
Ya Allah.....
Andai Engkau usir aku dari pintu-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?
Jika Engkau tolak aku dari sisi-Mu
Kepada siapa lagi aku berlindung?
Celaka sudah diri ini lantaran aib dan keduharkaanku
Malang benar aku karena kejahatan dan kejelekan amalku
Aku bermohon pada-Mu.
Ya Allah!
Engkaulah Sang pengampun dosa
Anugerahkanlah kepadaku penghancur dosa itu.
Tutuplah untukku pembongkar cela.
Ya Allah!
Jangan Engkau lewatkan aku pada hari kiamat kelak.
Dari sejuknya ampunan dan keridhaan-Mu
Jangan tinggalkan aku dari indahnya maaf dan pengampunan-Mu
Ya Allah....
Naungilah dosa-dosaku dengan awan ampunan-Mu
Curahilah cela aibku dengan hujan kasih-Mu
Duhai Allah....
Kepada siapa lagi aku akan mengadu
Kalau bukan hanya kehadirat-Mu
Tak ada satu pun kekuatan yang dapat melindungi hamba dari murka-Mu
Ya Allah.......
Sekiranya sesal atas dosa itu taubat
Sungguh demi keanggugan-Mu
Aku ini orang yang menyesal
Sekiranya istiqhfar itu penghapus dosa
Sungguh kepada-Mu aku ber-istighfar
Ya Allah....
Dengan kodrat-Mu, ampunilah aku
Dengan kasih-Mu, maafkanlah aku
Dengan ilmu-Mu, sayangilah aku
Ya Allah.....
Dengan karunia dan rahmat-Mu
Terimalah taubat hamba-Mu yang berlumuran dosa ini.
Ya Allah ...
Dalam sadar taubatku ini
Makin kutahu
Ilâhi Anta maqshûdî wa ridhâka mathlûbî
Wa’thinî mahabbataka wa bi qurbika
Ya Allah, ya Tuhanku.
Hanya Engkaulah (yang layak kujadikan sebagai) tujuan hidupku
Hanya keredaan-Mu pula yang pantas kucari. Ya Allah,
Anugerahkanlah pada hamba-Mu (yang hina ini, nikmatnya) rasa cinta hanya kepada-Mu
dan perasaan damai tentram berada dekat dengan-Mu.
Nasyid: al-I’tiraf (Haddad Alwi)
إِلَهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً $وَلاَ أَقْوَى عَلَى النَّارِ الْجَحِيْمِ
فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِيْ $ فَإِنَّكَ غَافِرُ الذَّنْبِ الْعَظِيْمِ
ذٌنُوْبِيْ مِثْلُ أَعْدَادِ الرِّمَالِ $ فَهَبْ لِيْ تَوْبَةً يَاذَ الْجَلاَلِ
وَعُمْرِيْ نَاقِصٌ فِيْ كُلِّ مَوْمِ $ وَذَنْبِيْ زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِ
إِلَهِيْ عَبْدُكَ الْعَاصِى أَتَاكَ $ مُقِرًّا بِالذُّنُوْبِ وَقَدْ دَعاَكَ
فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ $ روَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُوْا سِوَاكَ
Ya Allah, aku bukanlah hamba-Mu yang pantas memasuki Sorga Firdaus-Mu
Tidak juga ku mampu menanggung siksa api neraka-Mu
Ya Allah, berilah hamba-Mu ampunan dan hapuskanlah dosa-dosaku
Sesungguhnya, hanya Engkaulah Sang Maha Pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku bagaikan butiran pasir di pantai
Anugerahilah ampunan-Mu, wahai Yang Maha Agung
Dan umurku berkurang setiap hari
Sedang dosa-dosaku terus bertambah, bagaimana aku akan memikulnya?
Ya Allah, hamba-Mu yang penuh maksiat ini bersimpuh menghadap-Mu
Mengakui dosa-dosanya dan memohon pada-Mu, ampunilah
Karena hanya Engkaulah Sang Pemilik Ampunan
Bila Engkau campakkan aku, kepada siapa dan kemana aku mesti berharap selain dari-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar